SERTIFIKASI PAMONG BELAJAR, MENGAPA TIDAK ?
Oleh : Achmad Taufik
Ketika masyarakat umum dan media masa berbicara tentang pendidikan, maka seringkali fokusnya adalah tentang pendidikan formal seperti SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi. Padahal kita ketahui bahwa pendidikan itu memiliki cakupan yang luas sekali dan tidak hanya pendidikan formal saja. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa jalur pendidikan di Indonesia meliputi Pendidikan Formal (PF), Pendidikan Non Formal (PNF) dan Pendidikan Informal (PIF). Tujuan PNF sendiri adalah menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sabagai pengganti, penambah dan / atau pelengkap Pendidikan Formal (PF) dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Sedangkan fungsi dari PNF adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional.
Salah satu lembaga pemerintah pada Pendidikan Non Formal adalah Balai Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (BPPNFI) yang memiliki koordinasi kerja pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang berada di Kota / Kabupaten. Jumlah personil Pamong Belajar yang berada di SKB sendiri, antara 10 – 20 orang dari berbagai disiplin ilmu, baik itu kependidikan maupun non kependidikan yang semuanya diwajibkan telah memiliki akta IV (SIM untuk mengajar). Adapun tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari Pamong Belajar secara umum adalah identik sebagai seorang pendidik atau seperti guru. Sebagaimana yang tertuang dalam BAB I, pasal 1 UU Sisdiknas No, 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Oleh karena Pamong Belajar merupakan pegawai negeri yang berstatus fungsional dan sebagai pendidik, maka timbullah wacana sertifikasi Pamong Belajar yang bertujuan untuk peningkatan profesionalitas dan martabat PB, perlindungan/advokasi profesi PB, serta peningkatan kesejahteraan PB, seperti yang telah dilaksanakan oleh profesi guru. Dari hasil temu koordinasi (Tekon) di BPPNFI di Surabaya pertengahan Juni 2008 lalu, diinformasikan bahwa akan ada perubahan mendasar dari tupoksi Pamong Belajar itu sendiri dari draf Kepmen yang sedang disusun, yaitu lebih menekankan pada aspek KBM seperti mengajar/membimbing, sehingga polanya mirip seperti seorang guru pada pendidikan formal. Sedangkan pada lembaga SKB sendiri, ada salah satu fungsinya yang hilang yaitu sebagai percontohan dan pengendali mutu
PNF, dimana tugas ini dialihkan kepada Penilik PNF. Tentulah hal tersebut merupakan kondisi yang positif dalam pencapaian tujuan sertifikasi Pamong Belajar, karena akan memudahkan penentuan beban jam kerja seorang Pamong Belajar, yang selama ini menjadi kendala bagi tersusunnya konsep sertifikasi PB. Namun demikian pada artikel ini, penulis tetap merujuk pada tupoksi yang masih berlaku yaitu SK Menkowasbangpan Nomor : 25/KEP/Mk.WASPAN/6/1999.
Penulis sangat mendukung dan setuju sekali dengan adanya sertifikasi PB. Akan tetapi sebelum pelaksanaan setifikasi Pamong Belajar ini diberlakukan, maka penentu kebijakan ( Depdiknas Pusat / Propinsi ) haruslah dapat menjawab atas pertanyaan berapakah beban jam kerja sebenarnya (standarisasi jam kerja) bagi Pamong Belajar ? Mengapa demikian ? Karena sarat – sarat sertifikasi selain masa kerja, golongan (bagi PNS), usia, tugas tambahan dan prestasi kerja, maka yang tak kalah pentingnya adalah beban jam kerja / mengajar itu sendiri.
Bila merujuk pada tupoksi Pamong Belajar pada Kepmenkowasbangpan Nomor : 25/KEP/MK.WASPAN/6/1999 disebutkan bahwa Pamong Belajar tidak saja mengajar, tapi juga membimbing, melatih, menilai, perancangan model, menganalisi, mengkaji ulang, memotivasi, memantau, mengidentifikasi, koordinasi & konsultasi, membuat instrument dan seterusnya – dan seterusnya. Kesemua point tersebut bila benar – benar dilaksanakan, maka beban jam kerjanya akan melebihi 24 jam kerja. Suatu hal yang sangat mustahil untuk dilaksanakan. Problem inilah yang belum dapat dijawab oleh pemerintah dalam hal ini Depdiknas, bila aspek / point tupoksi PB dikaitkan dengan sertifikasi.
Dengan demikian, artikel ini akan sedikit banyak akan menjawab problem di atas sebagai upaya salah satu solusi yang ditawarkan penulis. Sehingga ke depan bila sertifikasi Pamong Belajar benar – benar akan diterapkan, maka kita selaku ujung tombak dari pelaku pendidikan non formal telah siap dan tidak akan mengalami kebingungan terhadap penentuan beban jam kerja Pamong Belajar.
PROFIL SKB DI ERA OTODA
Pada era otoda ini, lembaga UPT SKB sendiri memiliki nasih yang beragam. Di satu pihak ada yang mendapat perhatian lebih dari pemerintah daerah, sehingga APBDnya bahkan ada yang sampai mencapai 1 M. Di lain pihak ada yang hanya sebagai pusat pelatihan dan yang paling ekstim adalah sampai terlikwidasi. Otomatis hal inilah yang akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap status dan nasib dari Pamong Belajar itu sendiri.
Secara kelembagaan, SKB adalah salah satu lembaga yang merupakan ujung tombak dari PNF serta memiliki tugas memfasilitasi (memantau, mendampingi, membimbing dan mengajar) pada program – program PNF seperti Kejar Paket A, B, C, progam PAUD, Keaksaraan, Life Skill / Ketrampilan Hidup, Kepemudaan, dan seterusnya. Sehingga keberadaannya mirip – mirip seperti lembaga sekolah formal. Dengan demikian peran dan fungsi Pamong Belajar sebagai tenaga fungsional SKB adalah sangat stategis sekali, karena di pundak merekalah hidup – mati dan aksis - tidaknya SKB akan sangat ditentukan, disamping tentunya kebijakan pemerintah daerah sendiri. Oleh karena itu adanya aspek komitmen, motivasi, semangat, ide dan daya kreatifitas dari Pamong sangat diperlukan sekali dalam menentukan prioritas program – program PNF yang akan diusulkan. Dan bila aspek – aspek tersebut dikaitkan dengan rencana sertifikasi bagi Pamong Belajar, maka menurut penulis sangatlah beralasan sekali, karena akan dapat menambah kinerja (motivasi, komitmen dan daya kreatifiktas) dari PB itu sendiri.
Sebutan pamong sendiri di masyarakat umum sangat beragam. Ada yang mengatakan bahwa pamong berada di kantor desa yang disebut pamong desa atau pamong praja yang berada di kantor kabupaten / kota. Ada suatu pengalaman menarik ketika penulis ( mewakili lembaga SKB ) turut serta dalam karnaval 17 agustusan, maka disaat itu masyarakat umum berkomentar : “ pamong kok belajar “. Mungkin anggapan mereka yang namanya pamong itu identik dengan Pamong Desa atau Pamong Praja. Dari kejadian tersebut memperlihatkan bahwa profesi Pamong Belajar (PB) belum sepenuhnya dipahami dan masih awam di mata masyarakat umum. Ketidakpahaman inipun mungkin pula bisa terjadi pada sesama aparat pemerintah (pegawai PNS) lainnya, bahkan Bupati / Walikota pun barangkali tidak tahu bila ada profesi Pamong Belajar di wilayah kerjanya. Ini menjadi tugas kita sebagai Pamong Belajar untuk mensosialisasikan
KONSEP STANDARISASI BEBAN JAM KERJA PB
Ketika kita merujuk pada profesi seorang guru, maka sudah jelas pedomannya yaitu minimal jam kerja / mengajarnya adalah 24 per minggu (rata-rata 6 jam / hari) dan setiap guru hanya bertugas sesuai bidang studinya seperti biologi, matematika, tata boga atau lainnya. Sedangkan jam kerja Pamong Belajar sendiri masih rancu, dikarenakan tupoksi yang dilaksanakan tidak saja mengajar (sebagai pendidik) akan tetapi juga sebagai pencari data (identifikasi), perancang program (membuat proposal), pelaksana dan pengelola program (mengajar/membimbing), pendampingan program (pemantau dan memotivasi), pengevaluasi program (penilaian) serta pelaporan program. Ibaratnya pegawai fungsional sekaligusi bertindak struktural ( keuangan dan administrator)
Suatu kasus misalnya pada Program Kesetaraan Paket C Kelas 1 yang memiliki pagu 20 peserta didik. Ketika program akan dilaksanakan (pra program), maka Pamong Belajar terlebih dahulu melakukan analisis kebutuhan belajar wilayah, yang meliputi calon peserta didik, calon tutor dan calon pengelola yaitu dengan cara melakukan identifikasi ke desa / wilayah yang sekiranya memiliki potensi peserta didik putus sekolah / DO dari kalangan ekonomi lemah dan pengangguran. Kondisi ini tidak dapat hanya dilakukan 6 jam / hari (seperti jam guru), akan tetapi membutuhkan waktu minimal 3 jam / hari, ditambah waktu perjalanan 2 jam (PP) bila daerah itu terpencil dan membutuhkan pelaksanaan berulang-ulang minimal 3 kali pertemuan atau lebih, sampai mendapatkan calon peserta didik / tutor / pengelola yang siap mengikuti program tersebut.
Sehingga penulis berasumsi untuk satu aspek kegiatan identifikasi saja, rata – rata seorang PB bekerja selama 3 jam + 2 jam = 5 jam/hari x 3 pertemuan = 15 jam.. Belum lagi dengan aspek (butir – butir) kegiatan merancang, mengajar, membimbing, memotivasi, memantau, mengevaluasi dan melaporkan yang terkadang waktunya bersamaan dengan identifikasi tadi. Penulis memprediksi jika aspek –aspek kegiatan tersebut benar – benar dilaksanakan dalam sehari, maka beban kerja akan lebih 24 jam / hari dan seorang PB tidak akan memiliki banyak waktu luang untuk beristirahat. Jadi ini baru satu program kesetaraan (paket C) dengan satu aspek / butir kegiatan identifikasi saja.
Bagaimana bila ditambah dengan jenis program kepemudaan, PAUD, life skill, Keaksaraan Fungsional dan lainnya ? Dan perlu diketahui pula seorang PB bekerja tidak didasarkan oleh latar belakang kependidikannya, tapi didasarkan atas aspek kegiatan dan jenis program / bidang yang telah disusun dalam struktural kelembagaan SKB itu sendiri. Bandingkan dengan guru yang hanya rata-rata minimal 6 jam / hari dan itupun sesuai dengan bidang / jurusan atau latar belakang pendidikannya. Dengan demikian menurut penulis perlu sekali mendapatkan perhatian ekstra dan perhitungan yang propo-
sional dari aspek – aspek (butir – butir) kegiatan yang dikerjakan oleh Pamong Belajar, mulai dari mengusulkan program, merancang program, mengidentifikasi program, persiapan KBM, melaksanakan KBM, memantau KBM, menilai KBM dan seterusnya, sehingga ketika akan diberlakukannya sertifikasi Pamong Belajar, maka standarisasi / Pagu beban jam bekerja telah terpenuhi.
Melalui artikel ini, penulis mencoba memberikan gambaran dan solusi tentang penentuan Pagu beban jam kerja bagi Pamong Belajar. Dasar dari penentuan beban jam kerja adalah tupoksi PB yang tertuang dalam SK Menkowasbangpan No. 025/KEP/MK.WASPAN/6/1999 tentang jabatan fungsional dan angka kredit PB, dimana tugas pokok dan fungsi Pamong Belajar memiliki enam unsur utama yaitu :
1) Pendidikan
2) Pengembangan Model
3) KBM Dalam Rangka Pengembangan Model dan Pembuatan Percontohan
4) Penilaian Dalam Rangka Pengendalian Mutu dan Dampak Pelaksanaan Program
5) Pengembangan Profesi
6) Penunjang Pengembangan Model, Kegiatan Belajar Mengajar dan Penilaian.
Dari keenam unsur utama tadi dibagi lagi menjadi sub unsur dan diaplikasikan dalam bentuk butir – butir kegiatan. Jadi menurut penulis perlu adanya penentuan / pagu beban jam kerja PB, yaitu melalui Pemetaan Tupoksi dan Kompetensi PB yang berpijak pada butir – butir kegiatan dan dianalogikan / diekwivalenkan pada beban jam kerja Pamong Belajar.
Berikut ini adalah asumsi penulis, tentang Pemetaan Tupoksi dan Kompetensi Pamong Belajar ( Dari SK Kepmenkowasbangpan No. 25/KEP/MK.WASPAN/6/1999 ) :
Daftar Pemetaan Tupoksi dan Kompetensi Pamong Belajar Berdasarkan Butir - Butir Kegiatan.
No | Tupoksi dan Kompetensi PB | Butir Butir Kegiatan | Jam | Keterangan |
1. | Pengembangan Model PNF | a. Identifikasi Kebutuhan Belajar Wilayah b. Menyusun rancangan model, uji coba model , master model dan pembakuan model progam. | 2 1 | Butir ini dipilih berdasarkan tugas PB yg sering dilaksanakan |
2. | Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) PNF | a. Melatih program b. Membimbing / pendampingan program c. Mengajar program d. Memotivasi / pembinaan program e. Pemantauan program f. Evaluasi program | 3 3 3 3 3 3 | sda |
3. | Penilaian | Mengolah, menganalisis dan melaporkan hasil penilaian program | 1 | sda |
4. | Peningkatan dan Penunjang Kompetensi SDM | Karya tulis dan Seminar | 2 | sda |
JUMLAH | 24 |
Konsep Pemetaan Tupoksi dan Kompetensi PB ini memang masih sangat sederhana dan perlu banyak masukan. Konsep ini juga tidak mendikotomikan antara Pamong Belajar yang ada di BP-PNFI (Surabaya) dengan Pamong Belajar yang ada di SKB (Kabupaten/Kota), karena memang SK Menkowasbangpan No: 25 Tahun 1999 tersebut tidak menyebutkan perbedaan job discription dan hanya membedakan golongan kepangkatan saja, seperti PM Ahli (III/a – III/b), PB Muda (III/c – III/d) dan PB Madya (IV/a – IV/c). Suatu misal mungkin BP-PNFI membuat suatu rancangan model dan menjadi rujukan untuk diterapkan oleh SKB. Hal ini bukan berarti model yang diterapkan oleh BP-PNFI cocok dengan SKB yang ada di daerah, sebab kondisi di daerah belum tentu sama dengan di Surabaya. Disamping itu keadaan tersebut akan memacung kreativitas PB di SKB dalam pengembangan model. Sehingga solusinya menurut penulis, PB SKB dapat menerapkan pengembangan model dari BP-PNFI tetapi PB SKB juga dapat membuat pengembangan model sendiri yang sesuai dengan karakteristik peserta didik di daerah masing – masing.
Dari data tabel diatas terlihat jelas bagaimana pengalokasian beban jam kerja yang dituangkan kedalam butir – butir kegiatan seorang Pamong Belajar pada setiap tupoksi dan kompetensi yang sedang dilaksanakan. Beban jam kerja tersebut tentulah dalam batas minimal, artinya seorang Pamong Belajar mempunyai beban jam kerja sebesar 24 jam/minggu ( 6 jam/hari ) dengan butir –butir kegiatan seperti diatas dan penerapan jam kerja itu dilaksanakan sesuai dengan prioritas jenis program PNF yang sedang berjalan dan bersifat fleksibel.
Suatu misal (seperti contoh diatas tadi) seorang PB sedang melaksanakan identifikasi kebutuhan belajar pada calon tutor atau peserta didik pada progam kesetaraan. Ternyata calon peserta tersebut di siang hari bekerja, sehingga mau tidak mau PB melaksanakannya di sore / malam hari (misal selama 3 jam). Otomatis beban jam kerjanya besok sudah dikurangi dengan kegiatan identifikasi kemarin (malam harinya), sehingga keesokan harinya PB tersebut dapat memulai masuk pada jam 9 dan pulang jam 13.00 atau lebih tergantung selesainya tugas – tugas yang lain pada hari itu.
Jadi dapat asumsikan 3 jam (identifikasi malam hari) + 4 jam ( proses KBM / besoknya dari jam 9.00 sampai jam 13.00) = sehingga total 7 jam/hari. Ini adalah batas maksimal, sehingga polanya identik seperti guru pada Pendidikan Formal (SD, SMP, SMU), dimana setelah selesai mengajar / membimbing / memotivasi / evalusi / pemantau
an (proses kegiatan KBM), PB dapat langsung pulang dan tidak perlu menunggu sampai jam kantor selesai. Sebab SKB itu pada dasarnya merupakan lembaga Pendidikan Non Formal (seperti sekolah) dan bukan bersifat seperti kantor – kantor Dinas atau Pemda.
Dengan demikian diharapkan ke depan Pamong Belajar sudah memiliki patokan atau standarisasi beban jam kerja secara nasional, sehingga tidak akan terjadi lagi penentuan beban jam kerja berdasarkan jam kerja struktural yaitu full time dan harus stanby di kantor dari 07.00 – 15.30 (kecuali staf TU). Dan jujur saja, Pemda, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Cabang Dinas Pendidikan atau Sekolah Formal sendiri, pada jam 14.00 siang semua pegawai, guru, murid telah pulang, kecuali pegawai tertentu yang memiliki tugas lemburan atau murid yang mengikuti ekstrakerikuler. Semua ini dapat diterapkan bila konsep tersebut dapat dituangkan minimal ke dalam SK Menteri atau PP yang mengatur hal tersebut. Jadi menurut penulis tidaklah salah bila program kegiatan Pendidikan Non Formal (khususnya SKB) dalam implementasinya / pelaksanaannya, harus memiliki spirit seperti Pendidikan Formal (sekolah), sehingga perkembangan SKB ke depan dapat disejajarkan / disetarakan dengan Pendidikan Formal.
Untuk mencapai kondisi tersebut (spirit formal / sekolah), menurut penulis disamping politikal will dari pemerintah dalam bentuk Kepmen atau PP, yang juga tak kalah pentingnya adalah :
1. Perlunya top leader (SKB) yang memiliki wawasan, visi dan misi sebagai seorang berjiwa pendidik (seperti guru, pamong belajar atau dosen), dimana tidak hanya mampu mengejar dana (APBN/APBD), tapi juga mampu membawa SKB sebagai lembaga tempat mencari ilmu dan ketrampilan serta mampu mencerdaskan peserta didik.
2. Adanya sistem rotasi pada segmentasi top leadernya, sehingga akan membawa penyegaran pada lembaga SKB. Bila perlu antar lembaga SKB (tapi terkendala oleh status pegawai daerah) atau antara lembaga PNF (SKB) dengan lembaga PF (SD, SMP, SMU).
3. Selain itu juga perlu dilakukan penggantian penamaan lembaga SKB, yang semula bernama Sanggar Kegiatan Belajar menjadi nama yang lebih mencerminkan sebagai tempat untuk menimba ilmu pengetahuan dan ketrampilan dan tidak sekedar tempat untuk belajar (Sanggar). Kata – kata sanggar menurut penulis terlalu inklusif dan seolah – olah cakupan kegiatannya berskala kecil. Padahal area kerja Pamong Belajar sendiri yang rata-rata berjumlah kurang dari 20 orang ini adalah seluruh wilayah Kabupaten / Kota dimana SKB itu berada.
KEUNTUNGAN ADANYA SERTIFIKASI PAMONG BELAJAR
Jika benar – benar Standarisasi / Pagu beban jam kerja Pamong Belajar telah tertuang ke dalam Kepmen atau PP, maka otomatis pelaksanaan Sertifikasi Pamong Belajar dapat berjalan sesuai dengan harapan. Kondisi tersebut akan berdampak pula pada perubahan Juklak / Juknis tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. Sehingga keuntungan yang diperoleh Pamong Belajar antara lain :
1. Adanya peningkatan kesejahteraan Pamong Belajar.
2. Adanya penghargaan terhadap profesi (harkat – martabat) sebagai seorang pamong belajar.
3. Profesi pamong belajar akan lebih dikenal dan sejajar dengan profesi pendidik lainnya.
4. Memacu pamong belajar untuk terus kreatif, mengkaji dan belajar, karena mereka telah diberi beban jam kerja (mengajar/membimbing), sehingga PB tidak hanya berkutat pada pengadministrasian dan pengelolaan program saja, akan tetapi ikut terlibat sebagai pengajar / NST dalam proses KBMnya.
5. Mengefisienkan pengumpulan bukti fisik bagi PB yang akan mengajukan PAKnya (Penilaian Angka Kredit) untuk proses kenaikan pangkat. Dimana bukti fisik cukup dengan SK Kepanitiaan dan SK Mengajar/Membimbing yang inklude di dalamnya telah tertera jam mengajar/membimbing , jenis progam serta materi yang akan diajarkannya.
Namun demikian, perlu juga pemikiran untuk memisahkan jenis program yang kontinyu seperti Block Grant dan Kesetaraan (paket A, B, C) yang telah jelas ada setiap tahunnya dari BPPNFI, dengan program yang bersifat insindental seperti program titipan/pesanan (APBD), voucher dan lain-lain dengan jangka waktu < dari 3 bulan saja. Program – program insidental ini ternyata sangat menguras tenaga dan pikiran serta beban jam kerjanya tidak jelas dan tidak berstandar, karena PB sewaktu – waktu dapat diperlukan untuk mengatasi persoalan dan seringkali mengandung misi / muatan di luar aspek kependidikan pada program tersebut. Sehingga seringkali keberadaan program – program tersebut mengganggu program – program kontinyu yang telah berjalan terlebih dahulu.
Kebijakan pada program – program insidental ini tentunya harus melihat kemampuan, kesempatan serta situasi - kondisi lembaga SKB sendiri, baik pamong belajarnya maupun program – program yang telah berjalan. Apabila misi yang ada dalam program insidental tersebut hanya untuk kepentingan di luar kependidikan, maka memang seyogyanya tidak harus diterima, karena pada akhirnya akan mempersulit berbagai pihak dan terbengkalainya program – program lain yang telah berjalan.
P E N U T U P
Adanya rencana / wacana sertifikasi Pamong Belajar akan membawa dampak yang positif bagi kinerja Pamong Belajar yaitu untuk peningkatan profesionalitas dan martabat PB, perlindungan / advokasi profesi PB, serta peningkatan kesejahteraan PB. Akan tetapi sebelum pelaksanaan sertifikasi diberlakukan, maka pembakuan atau standarisasi Konsep Jam Kerja Pamong Belajar adalah hal yang mutlak dan mendesak untuk dipenuhi terlebih dahulu disamping pembenahan pada sektor payung hukumnya. Sehingga kedepan tidak akan timbul persoalan yang dapat membawa stagnasi pada draf usulan Kepmen dan bahkan akan terjadi kegagalan pelaksanaan sertifikasi itu sendiri.
Jika program sertifikasi Pamong Belajar ini dapat terlaksana yaitu dengan diterbitkannya Kepmen atau PP yang baru, maka efeknya disamping memberi keuntungan bagi pamong belajar sendiri, juga berimbas pada aspek sosialisasi yang didapat yaitu minimal penentu kebijakan di daerah (Bupati/ Walikota) akan lebih mengenal lembaga UPT SKB dan khususnya keberadaan Pamong Belajar. Sehingga diharapkan akan membawa angin segar bagi eksistensi Pamong Belajar sebagai pegawai fungsional pada pendidikan non formal.
Akhirnya semoga tulisan yang sederhana ini dapat menginspirasi kepada tim sertifikasi pusat bagi Pamong Belajar ataupun penentu kebijakan di Departemen Pendidikan Nasional pusat maupun propinsi. Dan tak lupa pula penulis sangat menghargai.adanya tanggapan dari pembaca khususnya rekan Pamong Belajar se Regional 4 ataupun dari para pemerhati Pendidikan Non Formal.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan MENKOWASBANGPAN Nomor : 25/KEP/MK.WASPAN/6/1999 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya.
PP RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), Cemerlang, Jakarta
Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional, Cemerlang, Jakarta
PROFIL PENULIS
Nama : ACHMAD TAUFIK
Unit Kerja : UPTD SKB KABUPATEN PONOROGO
Jabatan Organ. Profesi : Ketua FPBI Kabupaten Ponorogo
Email : MASGUSFIK@YMAIL.COM
Selama menjadi PB telah membentuk al :
1. Program Kejar Paket A di Ds. Dayakan Kec. Badekan Tahun 2004 (Ketua)
2. Program Kejar Paket B di Ds. Sawuh Kec. Siman Tahun 2004 (Ketua)
3. Program KF di Ds. Kemuning, Kec. Sambit Tahun 2005 (Sekretaris)
4. Membentuk lembaga PKBM Budi Luhur di Ds. Sawuh Kec. Siman Tahun 2004 (Ketua).
5. Program Blok Grant al :
a. Ketua Diklat Agribisnis Ayam Potong Tahun 2002
b. Anggota Diklat Otomotif Sepeda Motor Tahun 2003 dan 2004
c. Anggota Block Grant PTK – PNF TAHUN 2006, 2007
6. Program PAUD Adinda di Ds. Kertosari, Kec. Babadan Tahun 2006 (Sekretaris)
7. Program TBM Tahun 2007 (sekretaris)
8. Program Life Skill Sapi Perah Tahun 2007 (Sekretaris)
9. Program Kejar Paket C kelas Berjalan 2007-2009 (anggota)
10. Program Block Grant PTK – PNF TAHUN 2008 (Sie Program & Perncanaan)
11. Program TBM 2008 (Ketua)
12. Program SKB Pembina 2008 (Sekretaris)
13. Program KUPP (Sekretaris)
14. Program SIM PNFI 2009 – sekarang (Ketua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar