Sarimbit

Sarimbit

Minggu, 06 Juni 2010

Menelaah SKB Pembina


Disaat SKB Kab. Ponorogo didaulat sebagai SKB Pembina, banyak pertanyaan yang berkecamuk di kalangan rekan-rekan PB, sehingga keluarlah artikel ini.


MENELAAH SUBSTANSI SKB PEMBINA
DALAM PRESPEKTIF UPT SKB KABUPATEN PONOROGO
Oleh : Achmad Taufik

Sejak berdirinya UPTD SKB Kabupaten Ponorogo 9 tahun lalu tepatnya 14 Oktober 2000, telah banyak hasil – hasil pencapaian program – program  PNFi yang telah dilaksanakan dan dirasakan manfaatnya oleh kalangan masyarakat marginal, khususnya bagi peserta didik pada program – program Kesetaraan maupun program – program PNFi lainnya. Dalam perjalanannya sampai sekarang, juga banyak mengalami pasang surut ketika proses penyelenggaraan program – program PNFi sedang dilaksanakan, baik dalam bentuk kendala – kendala yang dihadapi maupun perubahan – perubahan kebijakan mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Proses perjalanan ini dimulai pada era dimana lembaga SKB beserta perangkatnya berasal dari pemerintah pusat, dan sampai pada akhirnya mengikuti sistem otonomi daerah.
Pada perkembangan selanjutnya, program – program PNFi yang diselenggarakan oleh UPTD SKB Kabupaten Ponorogo harus dapat bersinergi dengan kebijakan – kebijakan pemerintah daerah, sehingga diharapkan nantinya lembaga UPTD SKB Kabupaten Ponorogo akan tetap eksis keberadaannya.
Adanya momentum bantuan pendanaan untuk program SKB Pembina bagi SKB – SKB di lingkup Regional 4 Jawa Timur inilah, yang mendorong UPTD SKB Kabupaten Ponorogo untuk ikut tampil dalam kompetisi tersebut. Kepercayaan diri UPTD SKB Kabupaten Ponorogo dalam kompetisi tersebut bukanlah tanpa alasan. Sebab UPTD SKB Kabupaten Ponorogo telah memiliki perangkat lunak maupun keras sebagai sebuah institusi, yaitu dari segi sumber daya manusia (SDM /ketenagaan), sarana prasarana (kondisi gedung), memiliki jaringan kemitraan, legalitas yang cukup kuat dan letaknya yang strategis di tengah – tengah kota Ponorogo, sehingga UPTD SKB Kabupaten Ponorogo merasa telah memiliki modal dan kepercayaan diri yang cukup untuk turut bersaing.
Dari Segi SDM UPTD SKB Kabupaten Ponorogo memiliki 19 Pamong Belajar ( 2 orang S2 dan lainnya S1) dan 11 staf TU, sehingga seluruh personel berjumlah 30 orang. Kondisi ini merupakan jumlah yang paling besar untuk ukuran SKB sewilayah Regional Jawa Timur.
Sementara itu untuk sarana prasarana yang dimiliki antara lain 3 ruang belajar Kesetaraan lengkap dengan meja kursinya, 1 ruang PB, 1 ruang TU, 1 ruang kepala, 1 ruang ICDL, 1 ruang laboratorium bahasa, 1 aula serbaguna, 1 ruang mushola, 1 unit bis kelas berjalan, 1 unit mobil TBM, dan 1 sepeda motor gerobak kesetaraan. Disamping itu letak yang strategis di tengah kota merupakan nilai plus tersendiri, dimana lembaga UPTD SKB Kabupaten Ponorogo akan mudah dijangkau dari segala penjuru Kabupaten Ponorogo, sehingga memudahkan masyarakat luas untuk lebih mengenal keberadaan lembaga ini.  
Faktor legalitas dan kemitraan suatu lembaga di era otonomi ini sangatlah menentukan sekali terutama dalam kontek keeksistensian sebuah institusi. Oleh sebab itu UPTD SKB kabupaten Ponorogo telah memiliki Perda lanjutan dengan Nomor : 51 Tahun 2008 tanggal 30 Desember 2008, tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja UPT di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo. Dengan telah dimilikinya aspek legalitas ini, maka keberadaan UPTD SKB Kabupaten Ponorogo secara yuridis formal telah diakui sebagai bagian dari satuan kerja (satker) pada pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo, sehingga ke depan dalam proses penyelenggaraan program – program PNFi relative lebih mudah dan penamaannyapun sekarang menjadi UPT SKB Kabupaten Ponorogo. Sedangkan kemitraan yang dimiliki oleh lembaga ini antara lain Tim Penggerak PKK Kabupaten Ponorogo, beberapa salon kecantikan & tatarias rambut, Dinas Indakop, beberapa lembaga kursus menjahit & bordir, lembaga kursus komputer serta bengkel sepeda motor sebagai tempat magang peserta didik.
Adanya beberapa potensi – potensi seperti diatas yang telah dimiliki UPT SKB Kabupaten Ponorogo ini, maka sudah selayaknya untuk memperoleh predikat sebagai SKB Pembina. Sejalan dengan berbagai tahap proses seleksi dan penilaian yang dilakukan oleh BPPNFi Regional 4 Surabaya, maka akhirnya UPT SKB Kabupaten Ponorogo telah mendapatkan predikat sebagai SKB Pembina yaitu dengan diterimanya usulan proposal sebesar 100 juta. Harus diakui ini merupakan prestasi yang cukup membanggakan dan patut kita syukuri bersama, terlepas masih adanya kekurangan  – kekurangan yang dimiliki oleh lembaga UPT SKB Kabupaten Ponorogo. Namun demikian, bila kita telaah bersama, apakah hanya cukup sebatas potensi – potensi yang dimiliki seperti contoh diatas itu saja, yang menyebabkan UPT SKB Kabupaten Ponorogo ini mendapat predikat sebagai SKB Pembina ? Menurut penulis yang perlu diperhatikan ke depan dalam upaya pengembangan SKB Pembina adalah mengetahui lebih dahulu apa sebenarnya substansi dari SKB Pembina itu sendiri. Sehingga dengan telah mengetahui substansi tersebut, maka perkembangan UPT SKB Kabupaten Ponorogo ke depan tidak hanya sebatas menggugurkan rutinitas program yang diusulkan setiap tahun, tetapi lebih dari itu lembaga ini dapat sebagai pioner di garda terdepan dalam penyelenggaraan program – program PNFi dengan konsep – konsep yang lebih aktual dan kredibel.
Apakah Substansi SKB Pembina ?
Pertanyaan ini adalah sesuatu yang sangat mendasar dan sangat berpengaruh terhadap segi pemerataan dan perluasan akses, segi peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta segi tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik suatu lembaga seperti UPT SKB Kabupaten Ponorogo. Sejujurnya saja bahwa dalam benak sebagian besar Pamong Belajar UPT SKB Kabupaten Ponorogo ini belum mengetahui secara detil tentang substansi keberadaan SKB Pembina yang telah disandangnya. Bisa dibayangkan bahwa dalam kurun waktu yang relatif singkat yaitu 9 tahun, lembaga ini telah dapat mengungguli SKB – SKB lain yang lebih lama keberadaannya. Sehingga wajar saja apabila timbul pertanyaan “Bagaimana arah ke depan UPT SKB Ponorogo setelah menyandang predikat sebagai SKB Pembina ? “Apakah predikat SKB Pembina ini untuk selamanya ? “Apakah tidak ada akreditasi atau penilaian lanjutan dari pihak – pihak yang berkompeten ? Pertanyaan – pertanyaan besar inilah yang sebenarnya berkecamuk di benak Pamong Belajar, khususnya para anggota panitia SKB Pembina
Beberapa diskusi atau pembicaraan penulis dengan rekan sejawat, umumnya memberikan komentar yang berbeda – beda sesuai penafsiran mereka masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa substansi SKB Pembina menfokuskan pada program Kesetaraan, ada yang menekankan pada aspek ketrampilannya (vokasional) dan bahkan ada yang pesemistis hingga memprediksi tidak akan bertahan lama dengan predikat tersebut.  
Jika kita menyimak pada pedoman bantuan program SKB Pembina Tahun 2008 disebutkan bahwa pengertian SKB Pembina adalah SKB yang menyelenggarakan program PNF unggulan, yang memenuhi standar pelayanan diatas standar pelayanan minimal, yang memiliki kapasitas sebagai contoh dan dapat memberikan bantuan pembinaan program PNF bagi SKB lain. Disamping itu tertera pula bahwa tujuan umumnya adalah “mengoptimalkan kemampuan SKB Pembina dalam menyelenggarakan program – program percontohan PNF dan mengembangkan kapasitas pembinaan program PNF bagi SKB lain”. Sedangkan tujuan khususnya yaitu :
1.    Memberikan motivasi kepada SKB agar menyelenggarakan program PNF unggulan, memenuhi standar pelayanan di atas standar pelayanan minimal.
2.    Memberikan motivasi kepada SKB agar melaksanakan rintisan model PNF
3.    Mengembangkan SKB yang memiliki kapasitas sebagai contoh dan dapat memberikan bantuan pembinaan program PNF bagi SKB lain.
Dari pengertian dan tujuan program SKB Pembina tersebut, maka timbul sebuah pertanyaan lagi, yaitu indikator – indikator apa yang dapat diukur agar dapat memenuhi standar pelayanan PNF diatas standar pelayanan minimal ? Dan indikator apa agar suatu program PNF yang dilaksanakan dapat dikatakan sebagai program unggulan ? Kita ketahui bersama bahwa dengan standar pelayanan minimal yang telah diterapkan selama ini saja, belum dapat merangkul peserta didik secara maksimal dalam jumlah tertentu untuk turut serta dalam program kesetaraan misalnya. Apalagi akan diterapkan melebihi standar minimal dan kemungkinan besar peserta didik tidak betah belajar dengan disiplin yang tinggi sehingga banyak yang keluar ditengah – tengah proses penyelenggaraan suatu program. Dan apakah ini merupakan penggiringan program PNF agar memiliki standar seperti Formal ? Sesungguhnya ini adalah merupakan konsep yang sangat idealis tapi belum memiliki indikator yang terukur untuk mencapai standar yang lebih dari standar minimal. Dengan demikian adanya SKB Pembina ini diperlukan suatu sistem kerja dan perencanaan dengan konsep yang matang, terarah dan berkesinambungan dalam penyusunan maupun pelaksanaan program – program PNF di masa – masa mendatang..
Selanjutnya dalam buku pedoman tersebut, tidak tampak secara implisit tentang format ataupun substansi dari SKB Pembina, yaitu bagaimana bentuk riil sebuah institusi yang berpredikat “Pembina” dan apa target – target yang harus dicapai sebagai lembaga SKB Pembina ? Apa tindak lanjut setelah pendanaan program SKB Pembina ini selesai ? Apakah setelah pelaporan, berhenti sampai disini saja dan hilang tanpa bekas ?
Pihak BPPNFi Regional 4 Surabaya sebagai induk dari SKB – SKB di wilayah kerjanya, sepengetahuan penulis belum memberikan bentuk – bentuk yang konkrit atau rambu – rambu yang jelas tentang keberadaan SKB Pembina. Memang ada semacam evaluasi dan monitoring yang dilakukan pihak BPPNFi Regional 4 Surabaya, sebelum Pamong Belajar pada lembaga ini melakukan penyusunan program (proposal) tentang program SKB Pembina.
Sepanjang pengamatan penulis, ketika berlangsungnya monev aspek yang ditanyakan maupun arahan yang diberikan oleh petugas monev, hanya mencakup kelengkapan administrasi program – program PNFi, termasuk didalamnya papan – papan data, sarana prasarana, keberadaan gedung/fisik, SDM, kemitraan dan lain – lain, yang menurut penulis merupakan aspek – aspek normatif dan memang seharusnya ada di sebuah lembaga / institusi. Hal tersebut merupakan kewajaran saja dalam suatu lembaga untuk dipenuhi atau dibenahi. Jadi belum ada hal yang spesifik dari hasil monev yang diberikan oleh BPPNFi sebagai dasar akan diberikannya predikat UPT SKB Kabupaten Ponorogo sebagai SKB Pembina. Misalkan saja bagaimana sebuah sistem yang akan dibangun dapat diterapkan secara efektif, efisien dan terencana bagi sebuah institusi SKB Pembina, sehingga dapat merumuskan program – program PNF yang akuntable, kredibel dan aktual.
Kiranya kita setuju dan sepakat, bahwa SKB Pembina bukanlah suatu upaya batu loncatan untuk memuluskan program – program PNFi yang diusulkan oleh SKB, agar lebih diprioritaskan untuk mendapatkan dana bantuan lebih besar nilainya, apalagi hanya sekedar untuk mendapatkan dana rehabilitasi. Lebih dari itu, bahwa SKB Pembina haruslah dapat menjadi motivasi, inspirasi dan paradigma baru bagi seluruh personil yang ada di dalamnya untuk berbenah menuju kearah yang lebih baik dan lebih profesional dari sisi manajemen dengan diiringi kesadaran kolektif baik secara intitusional maupun personal.
Artinya kita harus meninggalkan main stream (pola pikir), bahwa PNF / PLS adalah Pendidikan Luwes Sekali, dalam arti mengajak masyarakat peserta didik untuk lebih disiplin pada pelaksanaan program dan kita harus membangun aspek manajemen dengan semangat transparansi, demokrasi serta kebersamaan adalah kunci utama dalam mengembangkan SKB Pembina agar tetap eksis. Terlebih kebijakan yang diambil haruslah memenuhi kaidah – kaidah manajemen, baik manajemen umum, manajemen SDM maupun manajemen keuangan, seperti yang berlaku dalam sebuah institusi. Sebab pendanaan program – program PNF yang diusulkan bukanlah pendanaan yang main-main, apalagi luwes atau sekedar menghidupi keberadaan lembaga-lembaga SKB, akan tetapi nyata - nyata memang ada dan disediakan untuk program – program yang diusulkan oleh SKB.
Indikator bahwa pendanaan program PNF yang diusulkan tidak main – main adalah harus melalui proses penyusunan program dengan persaratan tertentu serta melalui verifikasi, seleksi dan penilaian yang bertahap. Begitu pula dengan pertanggungjawaban hasil pelaksanaan program, haruslah sesempurna mungkin dengan dilengkapi data-data pendukung serta tanpa ada kesalahan sedikitpun. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pendekatan proses yang serius tersebut terkadang tidak obyektif dalam penilaiannya, akibat adannya proses lobi – lobi tertentu. Jadi sangat jelas sekali bahwa apabila menginginkan standar pelayanan yang melebihi standar pelayanan minimal dan mendapatkan program unggulan, maka program – program PLS / PNF harus diupayakan dan diarahkan lebih serius dalam pelaksanaannya serta yang tidak kalah penting adalah pengalokasian dana sesuai dengan item program yang telah disusun dan tidak terlalu bikrokratis dalam pencairannya. Karena pada hakekatnya pendanaan program memang bertujuan untuk menghidupi dan memperlancar program tersebut, agar mendapatkan output yang maksimal baik secara kualitas maupun kuantitas.
Konsekuensi Logis UPT SKB Kab. Ponorogo Sebagai SKB Pembina
Predikat SKB Pembina pada UPT SKB Kabupaten Ponorogo, sudah barang tentu membawa konsekuensi - konsekuensi yang harus dipenuhi terhadap keberadaan lembaga ini, baik ditinjau dari segi program – program PNF yang diusulkan maupun dari segi standar pelayanan yang digunakan serta kebijakan yang akan diterapkan. Program SKB Pembina secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi rujukan bagi program – program lain diluar SKB Pembina. Bahkan bukan tidak mungkin akan menimbulkan suatu pertanyaan, bahwa apa spesifikasi atau program unggulan yang dimiliki pada SKB Pembina sehingga dapat dijadikan contoh untuk SKB lainnya.
Beberapa konsekuensi yang harus dipenuhi oleh UPT SKB Kabupaten Ponorogo sebagai SKB Pembina, menurut penulis antara lain :
1.  Harus memiliki program unggulan yang dapat dipakai sebagai percontohan atau rujukan bagi SKB lain.
2. Memiliki model pembelajaran yang inovatif bagi program – program yang sedang dilaksanakan.
3.  Memiliki standar pelayanan yang melebihi standar pelayanan minimal dengan indikator yang jelas dan terukur.
4.  Personil UPT SKB Kabupaten Ponorogo (PB maupun Pimpinan) harus selalu siap dan bersedia bila diminta oleh SKB lain untuk memberikan motivasi, bimbingan ataupun testimoni dalam berbagai hal tentang program – program PNF atau tentang keberhasilan sebagai SKB Pembina.
5.   Memiliki perencanaan program yang akuntable, kredible & aktual, memiliki database PTK PNF yang valid, dan menerapkan standar manajemen mutu bagi penyelenggaraan pengajaran, bimbingan dan pelatihan program PNF.
6.  Dapat memberikan peningkatan kesejahteraan bagi personilnya, sehingga dapat  lebih profesional dalam kinerjanya.
7.  Aktivitas jam kerja berorientasi pada terselesainya target suatu pekerjaan, dalam arti selesainya tugas maka selesailah pekerjaan itu dan memberi kebebasan untuk berkiprah diluar tugas kedinasan untuk menambah wawasan.
8.  Dapat memberikan kebebasan berkreasi sepanjang koridor aturan yang berlaku dalam menyusun, melaksanakan dan melaporkan program – program PNF.
9. Dapat menciptakan kebersamaan dan kondisi situasi kerja yang nyaman, sejuk dan harmonis dengan berlandaskan persamaan hak dan kewajiban serta keadilan dalam kedisiplinan.
10. Menerapkan prinsip – prinsip manejemen dalam pengambilan keputusan / kebijakan dan dapat meminimalis kelemahan pada aspek pemerataan dan perluasan akses, aspek mutu, relevansi dan daya saing serta aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Dengan memahami dan menyadari akan konsekuensi logis tersebut, maka kebanggaan dalam menyandang predikat sebagai SKB Pembina harus diiringi pula dengan kesiapan – kesiapan dari institusi, kebijakan dan personilnya untuk dapat mengubah paradigma sistem kelembagaan yang selama ini berjalan, menjadi paradigma yang berbasiskan manajemen mutu dalam menjalankan roda organisasi. Sungguh tugas yang berat dan tidak bisa dianggap sepele, apalagi hanya berdasarkan asas – asas kesepakatan atau keluwesan saja. Jadi dalam menjalankan program – program PNF sudah seharusnya menggunakan kaidah – kaidah peraturan, bukan keluwesan / kesepakatan agar lebih disiplin, terfokus dan tuntas. Bagaimana menurut anda ?

The End

PROFIL PENULIS

Perjalanan Hidup                    :  Masa kecil yang indah berada di kota Balikpapan, Samarinda      dan Mataram, masa remaja dihabiskan di kota Bali, Mojokerto dan Malang, serta pengabdian pada bangsa & negara di Bumi Reog Ponorogo.
Kepanitiaan SKB Pembina  :  Sekretaris
Email                                       :  Gusfik@yahoo.com / Masgusfik@ymail.com


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar